Denmark adalah satu dari sedikit negara di Eropa di mana bulu tangkis populer. Bisa dibilang kalau Denmark merupakan satu-satunya negara Eropa yang mampu melawan dominasi Asia. Bahkan saat ini tunggal putra nomor satu dunia dipegang oleh pemain Denmark, yaitu Viktor Axelsen.
Sejarah bulu tangkis di Denmark dikatakan berasal dari tahun 1925, ketika seorang pemilik toko olahraga membawa pulang empat raket bulu tangkis dari Inggris dan bermain dengan tiga temannya, sebelum memperkenalkannya ke sebuah klub di Kopenhagen. Sejak saat itu bulu tangkis mendapatkan atensi dari warga Denmark.
Jadi, mengapa bulu tangkis bisa populer di Denmark dan negara ini menjadi salah satu kekuatan dalam olahraga ini?
Menurut Jens Meibom, direktur olahraga elit di Badminton Denmark, ada dua alasan utama mengapa bulu tangkis mendapatkan tempat di Denmark hingga negara itu banyak melahirkan pemain hebat.
Pertama Denmark memiliki struktur klub, yang tidak biasa bahkan dalam konteks Eropa. Disebutkan bahwa ada banyak klub bulu tangkis lokal di seluruh Denmark sehingga sangat mudah untuk bermain sebagai anak muda dan mereka memiliki asisten untuk membantu anak-anak yang ingin bermain.
Cuaca dingin Denmark membantu karena suhu beku memaksa olahraga di dalam ruangan untuk sebagian besar tahun. Hal kedua adalah Denmark berhasil mendirikan pusat pelatihan nasional di Kopenhagen di mana semua pemain terbaik bertemu untuk latihan harian di bawah empat pelatih.
Jadi, bisa dibilang sistem kepengurusan dan kepelatihan bulu tangkis di Denmark sama baiknya dengan di Indonesia. Maka tak heran Denmark mampu melahirkan banyak pemain hebat di setiap nomor, khususnya dalam satu dekade ke belakang. Untuk negara dengan penduduk sekitar 6 juta orang, prestasi Denmark dalam bulu tangkis terbilang hebat.
Dan sama seperti di Indonesia, bulu tangkis di Denmark juga mendapatkan perhatian serius dari pemerintah setempat. Pelatnas bulu tangkis Demark dibangun lebih dari tiga dekade yang lampau yang terdiri dari enam lapangan dan 30 pemain terbaik negara itu.
Sumber: Clubs and cold weather: how Denmark took on Asia at badminton